Halaman

Sabtu, 04 Januari 2014

contoh karya tulis ilmiah Bab III

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sifat Ilmu Komunikasi Islam
            Dalam ilmu komunikasi umum, jika ditinjau dari sifatnya, maka komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) macam, yaitu: verbal communication, nonverbal communication, face to face communication, dan mediated communication. Dalam beberapa hal, tentu saja sifat ilmu komunikasi Islam dengan ilmu komunikasi yang bersifat umum ada banyak persamaan. Bahkan yang menjadi perbedaan mendasar terletak pada latar belakang filosofinya, sedangkan cukup banyak aspek paradigmatis dan teoritis (perspektif)-nya adalah sama. Misalnya juga mengenai defenisi komunikasi baik defenisi etimologis maupun terminologisnya. Mungkin ada istilah atau perkataan lain menurut bahasa lain, tetapi istilah dari bahasa lain itu tetap mempunyai makna komunikasi atau berkomunikasi, yakni berbicara, menyampaikan pesan, pendapat, informasi, berita, pikiran dan perasaan dan sebagainya dari seseorang kepada yang lainnya dengan mengharapkan umpan balik (feedback).
            Pada era informasi dan komunikasi sekarang ini, dunia Islam juga tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh teknologi yang berkembang. Teknologi informasi dan komuniksi (ICT = Information and Comunication Technology) merambah hampir ke seluruh penjuru bumi ini, maka mau tidak mau, suka tidak suka, umat Islam khususnya harus ikut serta memainkan peran di dalamnya. Dalam satu lokakarya yang diadakan oleh PPs IAIN Sumatera Utara terungkap bahwa internet sebagai media komunikasi paling mutakhir harus juga dapat dimanfaatkan oleh umat Islam, jika tidak maka umat Islam secara sengaja dan sah telah membiarkan media ini dikuasai oleh pihak-pihak non-Muslim saja, sementara yang menjadi konsumen atau pemakainya sudah barang tentu banyak di antaranya mengaku sebagai Muslim. Lantas apakah adil rasanya jika umat Islam sendiri tidak mendapatkan informasi Islami dari media internet yang mereka sendiri bergelut dengannya? Artinya, umat Islam harus juga memanfatkan internet sebagai media komunikasinya. Bila mungkin, tentu saja sesuai dengan harapan Prof. Dr. H. Suwardi Lubis, MS, umat Islam harus berupaya: “Bagaimana meng-Islam-kan teknologi, dan bukan menteknologikan Islam”. Menurutnya, harapan itu hanya akan bisa diwujudkan bila teknologi itu dilembagakan sebagai bagian dari lembaga penyiaran Islam. Jadi, pesan-pesan yang muncul pada layar internet tidak hanya yang non-Islami, tetapi juga pesan-pesan agama Islam.
Sejujurnya juga harus diakui, kendati media informasi dan komunikasi sudah demikian maju dan berkembang, tetapi cara-cara lain sebagaimana yang tersebut di atas, seperti face to face communication, verbal dan nonverbal communication juga tetap digunakan.
            Face to face communication diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti konsultasi agama, memberikan nasehat kepada sesama, konsultasi keluarga, dan sebagainya. Masing-masing sifat-sifat komunikasi tersebut memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Keunggulannya seperti adanya rasa kekeluargaan dan hubungan emosi yang dekat, sedangkan kelemahannya seperti sasarannya yang sangat terbatas dengan jangkauan yang terbatas pula.

3.2 Prinsip-Prinsip Komunikasi Islam
            Mohd. Yusof Hussain, seorang warga Malaysia yang pernah menjadi narasumber dalam suatu seminar yang membahas tentang perkembangan Komunikasi Islam, mengemukakan bahwa Alquran sebagai sumber utama rujukan umat Islam telah memberikan prinsip-prinsip komunikasi yang dapat dijadikan sebagai kerangka atau landasan berpikir secara epsitemik dalam keilmuan komunikasi. Ia mengatakan bahwa komunikasi aepanjang merujuk kepada Alquran adalah sebagai proses penyampaian pesan Alquran dengan prinsip Alquran itu sendiri. Ada berbagai macam pendapat yang mengemukakan tentang prinsip atau kaedah yang membahas tentang komunikasi Islam, apabila merujuk kepada sumber utama ajaran Islam itu sendiri, yaitu Alquran dan kemudian dengan menelaah hadis-hadis Nabi Saw. serta praktek-praktek keseharian para sahabat yang diyakini keabasahannya sebagai landasan dan rujukan pemikiran di dunia Islam.
             “Beberapa Kaedah Komunikasi Islam: Menjamin Produktiviti Kerja” menyederhanakan prinsip-prinsip komunikasi Islam menjadi 5 (lima) saja, yaitu prinsip-prinsip ketepatan fakta, penyesuaian dengan penerima informasi, kekuatan bahasa dan kemahiran dalam menyampaikan informasi, bijaksana/hikmah, dan takwa.
            Prinsip Pertama: Ketepatan Fakta. Kaedah yang pertama dalam sistem komunikasi Islam ialah prinsip ketepatan fakta dalam penyampaian sesuatu informasi. Dalam Islam, fakta-fakta yang diterima hendaklah disaring dan diuji kebenarannya sebelum disampaikan kepada orang lain. Tugas menerima dan terus menyebarkan fakta kepada orang lain tanpa memeriksa dahulu ketepatan informasi adalah jelas menyalahi ajaran Islam. Maksud firman Allah di dalam Alquran berikut jelas menunjukkan betapa pentingnya selektifitas dan pengujian keabsahan informasi yang diterima: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan” (Qs. al-Hujurāt, ayat 6). Fakta-fakta hendaklah disahkan daripada sumber berautoriti sebelum disebarkan kepada orang lain. Dengan cara ini, organisasi boleh mengawal komunikasi ‘grapevine’ daripada menyebarkan spekulasi yang lebih banyak memberikan kesan buruk berbanding kesan yang baik. Dalam kes ini juga, maklumat-maklumat yang masih spekulatif atau semata-mata sangkaan wajar dielakkan daripada disebarkan. Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari maklumat berupa sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa” (Qs. al-Hujurāt, ayat 12). Dengan ini, hanya maklumat-maklumat yang benar sahaja yang tersebar dan keadaan ini akan memantapkan lagi operasi sesebuah organisasi.
            Prinsip Kedua Memilih Informasi Yang Sesuai Dengan Penerimanya. Kaedah kedua dalam komunikasi ialah pemilihan terhadap informasi yang ada sebelum disebarkan kepada orang lain. Jika anda seorang komunikator, tidak semua informasi yang anda terima perlu disebarkan, tetapi ketepatan memilih informasi berasaskan fungsi yang boleh dilakukan oleh penerima informasi. Informasi yang tepat, jika diberikan kepada penerima yang tidak tepat akan menyebabkan kesalahan dalam pengamalannya. Jika dilihat dalam sejarah Rasulullah, bagaimana beliau berkomunikasi dengan pelbagai jenis dan tingkatan manusia, adakalanya beliau menjelaskan perkara yang sama dengan informasi/pesan yang berbeda-beda, sesuai dengan fungsi yang dapat diamalkan oleh penerima tersebut. Dalam suatu keadaan Rasulullah menyatakan sebaik-baik amalan ialah beriman kepada Allah (HR. Bukhāri) dan dalam situasi yang lain Rasulullah menyatakan sebaik-baik amalan ialah mengerjakan sembahyang dalam waktunya dan berbuat baik kepada ibu bapa (HR. Bukhāri). Menurut seorang penulis, Stephen P. Robbin, kesalahan dalam memilih saluran dan informasi/pesan akan menjadi penghalang terbangunnya komunikasi efektif dan akan sangat mengganggu perjalanan sebuah organisasi. Seseorang yang menjadi komunikator/penyampai informasi perlu memilih pesan yang sesuai, atau memilih penerima yang sesuai untuk menerima pesan dimaksud.
            Prinsip Ketiga Dalam Komunikasi Islam adalah Penggunaan Bahasa Yang Jelas dan Mudah Dipahami. Penggunaan bahasa yang jelas dan mudah dipahami merupakan salah satu daripada kaedah komunikasi yang ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah. Dalam kisah dakwah Nabi Musa yang dijelaskan oleh Alquran, Nabi Musa pernah meminta kepada Allah, “Dan lepaskanlah simpulan dari lidahku, supaya mereka paham perkataanku; dan jadikanlah bagiku, seorang penyokong dari keluargaku. Yaitu Harun saudaraku” Qs. Tā ha: 27-30). Dari kisah ini, menurut Dr. Iqbal Yunus, dapat dipahami bahawa komunikasi efektif memerlukan kemahiran berbicara untuk menyampaikan pesan dengan jelas kepada penerima. Oleh karena itu, jika ingin menjadi komunikator yang baik, maka harus melatih diri supaya pandai menempatkan kata-kata dalam berbicara, sebagaimana Nabi Musa meminta Harun membantunya berdakwah kepada Fir’aun.
Prinsip Keempat adalah Bijaksana Dalam Berkomunikasi. Islam juga meletakkan   prinsip hikmah dalam berkomunikasi. Firman Allah di dalam Alquran: “Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan penuh hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berdebatlah/berdiskusilah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik” (Qs. an-Nahl: 125). Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam salah satu kuliah Ramadan beliau menguraikan bahwa ayat ini memberi panduan dalam berkomunikasi dengan mereka yang sealiran dan yang tidak sealiran. Di mana-mana organisasi sering terjadi konflik. Maka Allah menyeru agar berbicara dengan penuh hikmah dengan memberi pengajaran yang baik kepada mereka yang sealiran dengan kita, apabila bertukar pikiran dan berdebat dengan cara terbaik pula dengan mereka yang berkonflik dengan kita. Konflik tidak boleh dibiarkan berlalu tetapi perlu diselesaikan dengan cara komunikasi yang baik dan bijaksana.
            Prinsip Kelima adalah Takwa. Dalam organisasi, sistem komunikasi yang baik adalah dengan menggunakan berbagai saluran, baik saluran yang resmi maupun saluran yang tidak resmi. Problem biasanya akan lebih sering terjadi apabila saluran komunikasi tidak resmi tidak dikawal dengan nilai dan etika. Itulah sebabnya Islam meletakkan takwa sebagai salah satu kaedah atau prinsip yang sangat penting dalam berkomunikasi. Hal ini disebaban dalam organisasi ada pluralitas seperti perbedaan suku, budaya, pola pendidikan, watak, dan sebagainya, tetapi dengan adanya takwa, maka setiap individu akan menjaga batas-batas komunikasi mereka secara lebih berkesan. Firman Allah: “Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah di antara kamu ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahuai.” (Qs. al-Hujurāt, ayat 13). Takwa berarti senantiasa mengambil langkah berhati-hati dalam melalukan segala sesuatu dengan menjauhkan diri dari perbuatan atau perkataan yang menimbulkan dosa dan sifat tercela. Islam mencela sifat memburuk-burukkan bangsa dan suku lain (Qs. al-Hujurāt, ayat 11), juga mengumpat dan membuka aib orang lain di depan umum (Qs. al-Hujurāt, ayat 12). Saluran komunikasi tidak resmi di dalam sebuah organisasi bisa jadi berjalan sangat liar dan licin, sehingga tak kenal waktu terus dimanfaatkan untuk mengumpat dan memburuk-burukkan orang lain, maka dengan ketakwaan akan menjadikan seseorang itu senantiasa menjauhi sifat buruk sangka terhadap orang lain. Stephen P. Robbins juga pernah menyebutkan bahwa sifat buruk sangka ini sering menimbulkan suasana tidak kondusif dalam organisasi. Misalnya, ketika pimpinan suatu organisasi memuji seseorang pekerja di hadapan pekerja lain, maka orang yang buruk sangka akan menganggap pekerja yang dipuji itu suka “mencari muka” atau “menjilat” , padahal seharusnya akan lebih baik jika dia berprasangka baik dan mau berusaha pula untuk menjadikan dirinya yang terbaik juga. Orang yang bertakwa dalam berkomunikasi senantiasa menjaga batas suara ketika berbicara, menghindarkan diri dari menipu dan berdusta, menggunakan perkataan yang manis dan menjaga adab-adab dalam berkomunikasi sesama manusia. Rasulullah bersabda dalam memberikan adab-adab komunikasi: “Tidak beriman seseorang itu sepenuhnya selagi dia berdusta ketika bergurau dan bertengkar dengan orang lain sekalipun ia benar” (HR. Ahmad).

            Dalam hadis lain Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka dia hendaklah mengucapkan yang baik-baik atau pun dia hanya diam” (HR. Muslim). Di dalam Hadis Nabi Saw. yang juga sangat populer diketahui oleh masyarakat adalah penegasan tentang “menyampaikan sesuatu yang benar sekalipun terasa pahit”. Tentu saja hal ini juga merupakan salah satu prinsip Komunikasi Islam. Sementara itu, sebagai prinsip yang diperpegangi, tentu hal ini menjadi dasar dikembangkannya Komunikasi Islam. Komunikasi Islam harus berdiri di atas prinsip-prinsip tersebut, yakni prinsip-prinsip yang diambil dari sumber Islam, Alquran dan Sunnah Nabi Saw. Secara bersamaan pula, prinsip-prinsip itu menjadi kritik terhadap validitas Komunikasi Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar